shame culture and guilt culture

Teori guilt culture (kebudayaan kebersalahan) merupakan munculnya perasaan bersalah dalam diri seseorang akibat dari perbuatan yang dilakukan. Sedangkan shame culture (kebudayaan malu) dapat diartikan sebagai rasa malu yang timbul atas apa yang telah dilakukan. Karakteristik dasar dari shame culture seluruhnya ditandai oleh rasa malu dan disitu tidak dikenal rasa bersalah, sedangkan dalam guilt culture terdapat rasa bersalah.
K. Bertens (2007) menjelaskan kedua bentuk budaya tersebut sebagai berikut : Shame culture adalah kebudayaan di mana pengertian-pengertian seperti hormat, reputasi, nama baik, status dan gengsi sangat ditekankan.
Sebaliknya, guilt culture adalah kebudayaan di mana pengertian-pengertian seperti  dosa (sin), kebersalahan (guilt), dan sebagainya sangat dipentingkan.
Menurut  para anthropolog, hampir sebagian besar kebudayaan Asia adalah shame culture, sedangkan kebudayaan barat di Eropa dan Amerika adalah guilt culture. Pengelompokan ini sangat bersifat umum dan tidak selalu benar.
Ciri-ciri Shame Culture
1. Ditandai rasa malu
2. Menekankan pengertian ; hormat, reputasi, nama baik, status dan gengsi
3. Bila melakukan kejahatan harus disembunyikan dari orang lain.
4. Sanksi datang dari luar, yaitu apa yang dipikirkan dan dikatakan oleh orang lain
5. HATI NURANI hampir tidak berperan.

Ciri-ciri Guilt Culture
1. Ditandai rasa bersalah
2. Dosa dan kebersalahan
3. Kendati suatu kejahatan tidak diketahui oleh orang lain, pelaku tetap merasa bersalah
4. Sanksi datang dari dalam, yaitu batin/hati pelaku
5. HATI NURANI berperan sangat penting

6. Ditandai oleh martabat manusia.

Contoh kasus yang dapat memberikan gambaran perbedaan antara shame culture dan guilt culture :
Hamil di luar nikah
Shame Culture : maka pengguguran dipandang sebagai jalan keluar.
- Guilt culture : maka pengguguran dipandang sebagai suatu tindakan kejahatan yang tidak boleh dilakukan.

Komentar